Pengertian Perencanaan
Perencanaan adalah proses dasar di mana manajemen memutuskan tujuan dan
cara mencapainya. Perbedaan pelaksanaan adalah hasil tipe dan tingkat
perencanaan yang berbeda pula. Perencanaan dalam organisasi adalah esensial,
karena dalam kenyataannya perencanaan memegang peranan lebih dibanding
fungsi-fungsi manajemen lainnya.
Tipe dan Klasifikasi perencanaan
Perencanaan dan rencana dapat diklasifikasikan dalam beberapa cara yang
berbeda. Cara pengklasifiasian perencanaan akan menentukan isi rencana dan
bagaimana perencanaan itu dilakukan. Meskipun proses dasar perencanaan adalah
sama bagi setiap pimpinan manajer, dalam praktek perencanaan dapat mengambil
berbagai bentuk. Ini disebabkan beberapa alasan, yaitu.
a. Perbedaan tipe negara organisasi mempunyai perbedaan misi
(maksud), di mana, pendekatan perencanaan yang digunakan berbeda pula.
b. Bahkan dalam suatu negara organisasi yang sama dibutuhkan
tipe-tipe perencanaan yang berbeda untuk waktu-waktu yang berbeda, dan
c. Pimpinan manajer yang berlainan akan mempunyai gaya
perencanaan yang berbeda.
Ada paling sedikit lima dasar pengklasifikasian rencana-rencana sebagai
berikut :
1. Bidang Fungsional
Mencakup rencana produksi, pemasaran,
keuangan, dan personalia.Setiap faktor memerlukan tipe perencanaan yang
berbeda. Misalnya, rencana produksi akan meliputi perencanaan kebutuhan bahan,
scheduling produksi, jadwal pemeliharaan mesin, dan sebagainya. Sedang rencana
pemasaran berisi target penjualan, program promosi dan sebagainya.
2. Tingkat Organisasional
Termasuk keseluruhan organisasi atau
satuan-satuan kerja organisasi. Teknik-teknik dan isi perencanaan berbeda untuk
tingkat berbeda pula. Perencanaan organisasi keseluruhan akan lebih kompleks
daripada perencanaan suatu satuan kerja organisasi.
3. Karakteristik-karakteristik (sifat) Rencana
Meliputi faktor-faktor kompleksitas,
fleksibilitas, keformalan, kerahasiaan, biaya, rasionalitas, kwantitatif dan
kwalitatif. Misal rencana pengembangan produk biasanya bersifat rahasia rencana
produksi lebih bersifat kwantitatif dibanding rencana personalia.
4. Waktu
Menyangkut rencana jangka pendek,
menengah dan jangka panjang. Semakin lama rentangan waktu antara prediksi dan
kejadian nyata, kemungkinan terjadinya kesalahan semakin besar. Sebagai contoh,
tingkat rencana pembangunan 10 tahun yang akan datang dibandingkan dengan
pembangunan suatu kawasan 2 tahun mendatang.
5. Unsur-unsur Rencana
Dalam wujud anggaran, program, prosedur,
kebijaksanaan, dan sebagainya. Perencanaan meliputi berbagai tingkatan yang
lebih tinggi. Perencanaan ini berhubungan dengan kegiatan-kegiatan yang
dilaksanakan, seperti program pengembangan, anggaran, dan lain-lain.
Dalam suatu negara organisasi rencana diperinci melalui
tingkatan-tingkatan yang membentuk hirarki dan paralel dengan struktur
organisasi. Pada setiap tingkatan, rencana mempunyai dua fungsi :
a. Menyediakan peralatan untuk pencapaian serangkaian sasaran
dari rencana tingkatan di atasnya, dan sebaliknya menunjukkan sasaran yang
harus dipenuhi rencana tingkatan di bawahnya.
b. Rencana dari manajemen puncak akan dibuat menjadi
rencana-rencana yang lebih terperinci oleh satuan- satuan manajemen menengah
dan lini pertama.
Ada dua tipe utama rencana, yaitu :
a. Rencana-rencana strategik (strategic plans) , yaitu
dirancang memenuhi tujuan-tujuan organisasi yang lebih luas,
mengimplementasikan missi yang memberikan alasan-alasan khas keberadaan suatu
organisasi wilayah.
b. Rencana-rencana operasional (operational plans),
penguraian lebih terperinci bagaimana rencana strategik akan dicapai.
Bidang Perencanaan Fisik dan Prasarana dibagi menjadi dua Sub Bidang
yaitu,
1. Sub Bidang Tata Ruang dan Lingkungan
Sub Bidang Tata Ruang dan Lingkungan
mempunyai tugas:
a. Membantu Kepala Bidang dalam menyelenggarakan sebagian
tugas pokok di bidang tata ruang dan lingkungan.
b. Mempersiapkan bahan penyusunan rencana dan program Tata
Ruang dan Lingkungan yang serasi.
c. Mempersiapkan bahan penyusunan rencana dan program
pembangunan Tata Ruang dan Lingkungan.
d. Melaksanakan koordinasi kepada instansi yang berkaitan
dengan sub bidang Tata Ruang dan Lingkungan.
e. Melaksanakan inventarisasi permasalahan di Sub Bidang Tata
Ruang dan Lingkungan serta merumuskan langkah-langkah kebijaksanaan pemecahan
masalah.
f. Memberikan saran dan pertimbangan kepada atasan sesuai
dengan bidang tugasnya.
g. Melaksanakan tugas laun yang diperintahkan oleh atasan.
2. Sub Bidang Prasarana Wilayah
Sub Bidang Prasarana Wilayah mempunyai
tugas:
a. Membantu Kepala Bidang dalam menyelenggarakan sebagian
tugas pokok di Sub Budang Prasarana Wilayah.
b. Mempersiapkan bahan penyusunan rencana dan program bidang
Prasarana Wilayah.
c. Mempersiapkan bahan penyusunan rencana dan program
pembangunan PU, Perumahan dan Perhubungan.
d. Melaksanakan koordinasi kepada instansi yang berkaitan
dengan Sub Bidang Prasarana Wilayah.
e. Melaksanakan inventarisasi permasalahan di Sub Bidang
Prasarana Wilayah serta merumuskan langkah-langkah kebijaksanaan pemecahan
masalah.
f. Memberikan saran dan pertimbangan kepada atasan sesuai
dengan bidang tugasnya.
g. Melaksanakan tugas lain yang diperintahkan oleh atasan.
Skema Proses Peraturan Fisik
Distribusi Tata Ruang Lingkungan
1. Nasional
Yang dibicarakan dalam lingkup nasional ini hanyalah,
misalnya daerah atau kota yang memenuhi kriteria yang ditetapkan dan studi
kelayakan dalam skala yang luas. Jadi pemeilihan dan penentuan daerah untuk
pembangunan perumahan tadi secara spesifik menjadi wewenang lagi dari
pemerintaan tingkat lokal.
Meskipun rencana pembangunan nasional tidak dapat secara
langsung menjabarkan perencanan fisik dalam tingkat lokal tetapi sering kali
bahwa program pembangunan tingkat nasional sangat mempengaruhi program
pembangunan yang disusun oleh tingkat lokal. Sebagai contoh, ketidaksingkronan
program pendanaan antara APBD dan APBN, yang sering mengakibatkan kepincangan
pelaksanaan suatu program pembangunan fisik, misalnya; bongkar pasang untuk
rehabilitasi jaringan utilitas kota.
2. Regional
Instansi yang berwenang dalam perencanaan pembangunan pada
tingkatan regional di Indonesia adalah Pemda Tingkat I, disamping adanya
dinas-dinas daerah maupun vertikal (kantor wilayah). Contoh; Dinas PU Propinsi,
DLLAJR, Kanwil-kanwil. Sedang badan yang mengkoordinasikannya adalah Bappeda
Tk. I di setiap provInsi.
Walaupun perencanaan ditingkat kota dan kabupaten konsisten
sejalan dengan ketentuan rencana pembangunan yang telah digariskan diatas
(tingkat nasional dan regional) daerah tingkat II itu sendiri masih mempunyai kewenangan
mengurus perencanaan wilayahnya sendiri
3. Lokal
Penanganan perencanaan pembangunan ditingkat local seperti
Kodya atau kabupaten ini biasanya dibebankan pada dinas-dinas, contoh: Dinas
Pekerjaan Umum, Dinas Tata Kota, Dinas Kebersihan, Dinas Pengawasan Pembangunan
Kota, Dinas Kesehatan, Dinas PDAM. Koordinasi perencanaan berdasarkan Kepres
No.27 tahun 1980 dilakukan oleh BAPPEDA Tk.II.
Saat ini perlu diakui bahwa sering terjadi kesulitan
koordinasi perencanaan. Masalah ini semakin dirasakan apabila menyangkut
dinas-dinas eksekutif daerah dengan dinas-dinas vertikal.
Di Amerika dan Eropa sejak 20 tahun terakhir telah
mengembangkan badan-badan khusus darai pemerintah kota untuk menangani program
mota tertentu, seperti program peremajaan kota (urban renewal programmes).
Badan otorita ini diberi wewenang khusus untuk menangani pengaturan kembali
perencanaan fisik terperinci bagian-bagian kota.
4. Sektor Swasta
Lingkup kegiatan perencanaan oleh swasta di Indonesia semula
memang hanya terbatas pada skalanya seperti pada perencanaan perumahan,
jaringan utilitas, pusat perbelanjaan dll.
Dewasa ini lingkup skalanya sudah luas dan hampir tidak
terbatas. Badan-badan usaha konsultan swasta yang menjamur adalah indikasi
keterlibatan swasta yang makin meluas. Semakin luasnya lingkup swasta didasari
pada berkembangnya tuntutan layanan yang semakin luas dan profesionalisme.
Kewenangan pihak swasta yang semakin positif menjadi indikator untuk memicu
diri bagi Instansi pemerinta maupun BUMN. Persaingan yang muncul menjadi tolok
ukur bagi tiap-tiap kompetitor (swasta dan pemerintah) dan berdampak pada
peningkatan kualitas layanan/produk.
Pihak swasta terkecil adalah individu atau perorangan. Peran
individu juga sangat berpengaruh terhadap pola perencanaan pembangunan secara
keseluruhan. Contoh apabila seseorang membuat rumah maka ia selayaknya membuat
perencanaan fisik rumahnya dengan memenuhi peraturan yang berlaku. Taat pada
peraturan bangunan, aturan zoning, perizinan (IMB) dan sebaginya.
Kepentingannya dalam membangun harus singkron dengan kepentingan lingkungan
disekitarnya, tataran lokal hingga pada tataran yang lebih luas.
Sistem Wilayah Pembangunan
Pengertian wilayah dipahami sebagai ruang
permukaan bumi dimana manusia dan makhluk lainnya dapat hidup dan beraktifitas.
Sementara itu wilayah menurut Hanafiah (1982) adalah unit tata ruang yang
terdiri atas jarak, lokasi, bentuk dan ukuran atau skala. Dengan demikian
sebagai satu unit tata ruang yang dimanfaatkan manusia, maka penataan dan
penggunaan wilayah dapat terpelihara. Sedangkan Hadjisaroso (1994) menyatakan
bahwa wilayah adalah sebutan untuk lingkungan pada umumnya dan tertentu
batasnya. Misalnya nasional adalah sebutan untuk wilayah dalam kekuasaan
Negara, dan daerah adalah sebutan untuk batas wilayah dalam batas kewenangan
daerah. Selanjutnya menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan
Ruang, wilayah diartikan sebagai kesatuan geografis beserta segenap unsur
terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan
atau aspek fungsional.
Struktur perencanaan pembangunan nasional saat ini
mengacu pada Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Nasional. UU tersebut mengamanahkan bahwa kepala daerah terpilih diharuskan
menyusun rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) dan rencana pembangunan
jangka panjang (RPJP) di daerah masing-masing. Dokumen RPJM ini akan menjadi
acuan pembangunan daerah yang memuat, antara lain visi, misi, arah kebijakan,
dan program-program pembangunan selama lima tahun ke depan. Sementara itu juga,
dengan dikeluarkan UU No.17 Tahun 2007 tentang RPJPN 2005-2025, maka ke dalam –
dan menjadi bagian – dari kerangka perencanaan pembangunan tersebut di semua
tingkatan pemerintahan perlu mengintegrasikan aspek wilayah/spasial. Dengan
demikian 33 provinsi dan 496 kabupaten/kota yang ada di Indonesia harus
mengintegrasikan rencana tata ruangnya ke dalam perencanaan pembangunan
daerahnya masing-masing). Seluruh kegiatan pembangunan harus direncanakan
berdasarkan data (spasial dan nonspasial) dan informasi yang akurat serta dapat
dipertanggungjawabkan.
Sesungguhnya landasan hukum kebijakan pembangunan
wilayah di Indonesia terkait dengan penyusunan tata ruang di Indonesia secara
umum mengacu pada UU tentang Penataan Ruang. Pedoman ini sebagai landasan hukum
yang berisi kewajiban setiap provinsi, kabupaten dan kota menyusun tata ruang
wilayah sebagai arahan pelaksanaan pembangunan daerah. Rencana tata ruang
dirumuskan secara berjenjang mulai dari tingkat yang sangat umum sampai tingkat
yang sangat perinci seperti dicerminkan dari tata ruang tingkat provinsi,
kabupaten, perkotaan, desa, dan bahkan untuk tata ruang yang bersifat tematis,
misalnya untuk kawasan pesisir, pulau-pulau kecil, jaringan jalan, dan lain
sebagainya. Kewajiban daerah menyusun tata ruang berkaitan dengan penerapan
desentralisasi dan otonomi daerah. Menindaklanjuti undang- undang tersebut,
Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 327/KPTS/M/2002 menetapkan enam
pedoman bidang penataan ruang, meliputi:
1. Pedoman penyusunan RTRW provinsi.
2. Pedoman penyusunan kembali RTRW provinsi.
3. Pedoman penyusunan RTRW kabupaten.
4. Pedoman penyusunan kembali RTRW kabupaten.
5. Pedoman penyusunan RTRW perkotaan.
6. Pedoman penyusunan kembali RTRW perkotaan.
Mengingat
rencana tata ruang merupakan salah satu aspek dalam rencana pembangunan
nasional dan pembangunan daerah, tata ruang nasional, provinsi dan
kabupaten/kota merupakan satu kesatuan yang saling terkait dan dari aspek
substansi dan operasional harus konsistensi. Adanya peraturan
perundang-undangan penyusunan tata ruang yang bersifat nasional, seperti UU No.
25 Tahun 2004 dan Kepmen Kimpraswil Nomor 327/KPTS/M/2002 tersebut, kiranya
dapat digunakan pula sebagai dasar dalam melaksanakan pemetaan mintakat ruang
sesuai dengan asas optimal dan lestari.
Dengan demikian, terkait kondisi tersebut, dokumen
rencana tata ruang wilayah (RTRW) yang ada juga harus mengacu pada visi dan
misi tersebut. Dengan kata lain, RTRW yang ada merupakan bagian terjemahan visi,
misi daerah yang dipresentasikan dalam bentuk pola dan struktur pemanfaatan
ruang. Secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. RTRW nasional merupakan strategi dan arahan
kebijakan pemanfaatan ruang wilayah negara yang meliputi tujuan nasional dan arahan
pemanfaatan ruang antarpulau dan antarprovinsi. RTRW nasional yang disusun pada
tingkat ketelitian skala 1:1 juta untuk jangka waktu selama 25 tahun.
2. RTRW provinsi merupakan strategi dan arahan
kebijaksanaan pemanfaatan runag wilayah provinsi yang berfokus pada keterkaitan
antarkawasan/kabupaten/kota. RTRW provinsi disusun pada tingkat ketelitian
skala 1:250 ribu untuk jangka waktu 15 tahun. Berdasar pada landasan hukum dan
pedoman umum penyusunan tata ruang, substansi data dan analisis penyusunan RTRW
provinsi mencakup kebijakan pembangunan, analisis regional, ekonomi regional,
sumber daya manusia, sumber daya buatan, sumber daya alam, sistem permukiman,
penggunaan lahan, dan analisis kelembagaan. Substansi RTRW provinsi meliputi:
Arahan struktur dan pola pemanfaatan ruang; arahan pengelolaan kawasan lindung
dan budi daya; arahan pengelolaan kawasan perdesaan, perkotaan dan tematik;
arahan pengembangan kawasan permukiman, kehutanan, pertanian, pertambangan,
perindustrian, pariwisata, dan kawasan lainnya; arahan pengembangan sistem
pusat permukiman perdesaan dan perkotaan; arahan pengembangan sistem prasarana
wilayah; arahan pengembangan kawasan yang diprioritaskan; arahan kebijakan tata
guna tanah, air, udara, dan sumber daya alam lain.
3. RTRW kabupaten/Kota merupakan rencana tata ruang
yang disusun berdasar pada perkiraan kecenderuangan dan arahan perkembangan
untuk pembangunan daerah di masa depan. RTRW kabupaten/kota disusun pada
tingkat ketelitian 1:100 ribu untuk kabupaten dan 1:25 ribu untuk daerah perkotaan,
untuk jangka waktu 5–10 tahun sesuai dengan perkembangan daerah.
Sumber:
http://feriwahyudisembilandua.blogspot.com/2013/02/perencanaan-fisik-pembangunan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar