Legislasi atas kebebasan mengemukakan
pendapat diprakarsai oleh Anders Chydenius di kerajaan Swedia. Sekarang hak
untuk mengajukan pendapat, telah dijamin dalam hukum Internasional, terutama
pasal 19 yang berisi hak setiap orang untuk menyampaikan pendapat.
Dalam hukum Internasional, kebebasan
mengemukakan pendapat di muka umum, dibutuhkan tiga batasan, yakni :
a.
Sesuai dengan hukum yang berlaku
b.
Punya tujuan baik yang diakui masyarakat
c.
Keberhasilan dan suatu tujuan sangat diperlukan
Menurut John Stuartmill, untuk
melindungi kebebasan berpendapat sebagai hak dasar adalah ”Sangat Penting Untuk
Menemukan Esensi Adanya Suatu Kebenaran”.
Kesetaraan martabat dan hak politik
mengidentifikasi tentang kesamaan hak politik dari setiap warga negara,
termasuk hak mendapatkan akses untuk informasi politik serta kebebasan
mendiskusikan dan mengkritik figure public. Dalam negara demokrasi, selain
menghargai mayoritas, juga pelaksanaan kekuasaan harus bertanggung jawab dan
responsive terhadap aspirasi rakyat. Di Indonesia sendiri hak ini telah
dicantumkan dalam pasal 28 ayat 28E ayat (2) dan ayat (3) Undang-undang Dasar
1945 yang berisi “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan
mengeluarkan pendapat”.
Sebagai contohnya adalah : Tahun 1998 di
saat awal mula tumbangnya pemerintahan Presiden Soeharto, terjadi peristiwa
dimana puluhan ribu mahasiswa berunjuk rasa dan turun ke ruas jalan raya di
kota Jakarta.
Melihat dari berbagai pemahaman ini,
kita bisa melihat bahwa kebebasan mengeluarkan pendapat secara lisan maupun
tulisan merupakan hak semua orang. Setiap individu yang hidup dalam suatu
negara hukum, mempunyai kebebasan yang sama dalam berpendapat. Hanya saja
ketika diterapkan dalam setiap media, kebebasan berpendapat ini akan mempunyai
implikasi yang berbeda, tergantung sifat medianya. Namun, bukan berarti hal ini
akan menjadi alasan untuk mengekang kebebasan berpendapat dalam masyarakat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar