Minggu, 24 November 2013

HUKUM PERBURUHAN MENURUT UU NO. 12 TAHUN 1964 TENTANG PEMUTUSAN HAK KERJA

Hukum Perburuhan adalah seperangkat aturan dan norma baik tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur pola hubungan Industrial antara Pengusaha, di satu sisi, dan Pekerja atau buruh, di sisi yang lain. Tidak ada definisi baku mengenai hukum perburuhan di Indonesia. Buku-buku hukum Perburuhan didominasi oleh karya-karya Prof. Imam Soepomo. Guru besar hukum perburuhan di Universitas Indonesia. karyanya antara lain: Pengantar Hukum Perburuhan; Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Kerja dan Hukum Perburuhan, Undang-undang dan Peraturan-peraturan.

Belakangan, pasca-Reformasi Hukum Perburuhan karya-karya Prof. Imam Soepomo dianggap oleh sebagian kalangan sudah tidak relevan lagi. hal ini terutama oleh aktivis Serikat Buruh dan advokat perburuhan. Meskipun di perguruan tinggi yang ada Fakultas Hukumnya di seluruh Indonesia, masih menggunakan buku-buku karya Imam Soepomo sebagai rujukan wajib.

Sejarah Hukum Perburuhan
Pasca reformasi, hukum perburuhan memang mengalami perubahan luar biasa radikal. baik secara regulatif, politik, ideologis bahkan ekonomi Global. proses industrialisasi sebagai bagian dari gerak historis ekonomi politik suatu bangsa dalam perkembangannya mulai menuai momentumnya. hukum perburuhan, setidaknya menjadi peredam konflik kepentingan antara pekerja dan pengusaha sekaligus.

Sebagai Peredam Konflik, tentu ia tidak bisa diharapkan maksimal. Faktanya, berbagai hak normatif perburuhan yang mestinya tidak perlu lagi jadi perdebatan, namun kenyataannya Undang-undang memberi peluang besar untuk memperselisihkan hak-hak normatif tersebut. memang Undang-undang perburuhan juga mengatur aturan pidananya namun hal tersebut masih dirasa sulit oleh penegak hukumnya. Di samping seabrek kelemahan lain yang ke depan mesti segera dicarikan jalan keluarnya.

Masa Orde baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto benar-benar membatasi Gerakan Serikat Buruh dan Serikat Pekerja. saat itu Organisasi Buruh dibatasi hanya satu organisasi SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia).

Pola penyelesaian hubungan Industrial pun dianggap tidak adil dan cenderung represif. TNI saat itu, misalnya, terlibat langsung bahkan diberikan wewenang untuk turut serta menjadi bagian dari Pola Penyelesaian hubungan Industrial. Saat itu, sejarah mencatat kasus-kasus buruh yang terkenal di Jawa Timur misalnya Marsinah dan lain-lain.

Hukum Perburuhan Era Reformasi
Era Reformasi benar-benar membuka lebar arus demokrasi. Secara regulatif, dan Gradual hukum perburuhan kemudian menemukan momentumnya. hal tersebut terepresentasi dalam tiga paket Undang-Undang perburuhan antara lain: Undang-undang No. 21 tahun 2000 Tentang Serikat Buruh, Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, dan Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI).

Contoh Studi Kasus : Marsinah
Sembilan tahun yang lalu, pada 9 Mei 1993, jasad Marsinah ditemukan tergeletak di sebuah gubuk berdinding terbuka di pinggir sawah dekat hutan jati, di dusun Jegong, desa Wilangan, kabupaten Nganjuk, lebih seratus kilometer dari pondokannya di pemukiman buruh desa Siring, Porong. Jasad Marsinah ditemukan setelah hilang pada tanggal 5 Mei 1993. Jasadnya ditemukan setelah Marsinah terlibat aktif dalam pemogokan buruh PT Catur Putra Surya. Jasad Marsinah ditemukan setelah dia marah kepada Kodim Sidoarjo karena telah menangkap 13 teman Marsinah dan ditekan secara fisik dan psikologis dan dipaksa menandatangi surat PHK.

Marsinah adalah gambaran perempuan buruh korban kekejaman kapitalisme dan patriarki yang termanifestasi pada kolaborasi antara pengusaha  dan tentara. Kolaborasi antara pengusaha dan tentara bukan hal yang aneh, karena dalam konsep negara/pemerintah yang berpihak pada modal maka tentara akan selalu dibutuhkan dan digunakan untuk menjaga alat-alat produksi milik pemodal.

Pemerintah Orde Baru berupaya membuat pengadilan untuk menyelesaikan kasus pembunuhan Marsinah tetapi itu hanyalah drama bohong belaka, karena peradilan pada masa Orde Baru tersebut menutup-nutupi keterlibatan tentara (pada waktu itu ABRI).

Tubuh Marsinah ditemukan dalam keadaan penuh luka, pergelangan tangannya lecet bekas ikatan, tulang selangkangan dan vagina hancur (dari berbagai sumber). Kalau melihat kondisi tersebut sudah hampir dipastikan bahwa Marsinah selain mengalami kekerasan fisik juga mengalami kekerasan seksual.

Kini setelah 14 tahun reformasi, 19 tahun kematian Marsinah belum titik terang akan keberlanjutan untuk menyelesaikan kasus ini. Sudah sebanyak 3 kali makam Marsinah dibongkar dan Tim Pencari Fakta dibentuk untuk kebutuhan penyelidikan. Bahkan, pada tahun 2002 Komnas HAM berupaya untuk membuka kembali kasus Marsinah dan itu pun gagal menguak kembali pembunuh sebenarnya dalam kasus Marsinah.

Segala upaya yang dilakukan gagal karena setiap pemerintahan dalam era Reformasi tidak punya kemauan serius untuk menyelesaikan kasus pembunuhan Marsinah. Janji-janji untuk menyelesaikan kasus Marsinah dalam setiap pemilu hanya menjadi isapan jempol belaka.Anehnya, pihak Kodim kemudian menangkap, menyiksa, dan menjatuhkan vonis terhadap sejumlah management PT Catur Putra Surya dan seorang di antaranya dalam keadaan hamil muda, atas tuduhan telah membunuh Marsinah. Pada tahun 1993, dibentuk Komite Solidaritas Untuk Marsinah (KSUM) yang didirikan oleh beberapa LSM dan serikat buruh untuk menginvestigasi dan mengadvokasi pembunuhan Marsinah oleh Aparat Militer. Sampai saat ini matinya Marsinah merupakan peristiwa gelap yang belum dapat diketahui siapa pelaku pembunuhnya. Runyamnya, pada tahun 2012 ini kasus Marsinah akan ditutup karena dianggap telah mencapai batas waktu peradilan.

Sumber:
http://noviaclarabianca.blogspot.com/2013/01/hukum-perburuhan-menurut-uu-no-12-tahun.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_Perburuhan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar