Reformasi secara umum berarti perubahan terhadap suatu sistem yang telah
ada pada suatu masa. Di Indonesia, kata Reformasi umumnya merujuk kepada
gerakan mahasiswa pada tahun 1998 yang menjatuhkan kekuasaan presiden Soeharto
atau era setelah Orde Baru. Kendati demikian, kata Reformasi sendiri
pertama-tama muncul dari gerakan pembaruan di kalangan Gereja Kristen di Eropa
Barat pada abad ke-16, yang dipimpin oleh Martin Luther, Ulrich Zwingli,
Yohanes Calvin, dll.
Sejumlah jajak pendapat mengindikasikan semakin merosotnya popularitas
Presiden Yudhoyono. Survei terbaru yang dilakukan oleh Lingkaran Survey
Indonesia menunjukan bahwa kepercayaan publik atas kemampuan pemerintah
menangani kemiskinan dan pengangguran masing-masing hanya 26% dan 22%, dimana
lebih dari 50% responden menyatakan Presiden tidak mampu. Sangatlah menarik
untuk mencermati bahwa menurunnya popularitas Presiden dan kepercayaan publik
terhadap pemerintah ini kemudian dibaca oleh para politisi dan pengamat sebagai
isyarat bagi Presiden Yudhoyono untuk melakukan perombakan kabinet secara
radikal.
Adalah fakta bahwa memang sejumlah menteri tidak memiliki kinerja yang
baik, namun adalah juga fakta bahwa tuntutan perombakan kabinet tidak terlepas
dari skenario politik partai-partai besar. Posisi di kabinet, bagaimanapun juga
memiliki arti strategis baik secara materil maupun politis dalam menuju
kontestasi politik akbar tahun 2009 nanti. Karenanya selayaknya kita membaca
kecendrungan hasil jajak pendapat tersebut dalam konteks yang lebih luas. Salah
satu persoalan utama bangsa ini adalah kecendrungan untuk keliru
mengidentifikasi hal yang substantif dan terjebak dalam perspektif instan.
Budaya untuk memecahkan persoalan secara parsial dan temporer nampaknya menjadi
arus besar di tengah masyarakat. Memang harus diakui bahwa rakyat membutuhkan
keputusan politik yang tegas dan jelas, namun segala keputusan politik tersebut
juga harus menyentuh substansi persoalan dan memberikan dampak jangka panjang.
Demokratisasi dan perbaikan nasib bangsa secara menyeluruh akan terancam secara
serius jika segala permasalahan keluar dari substansinya dan diatasi secara
instan, apalagi jika dikendalikan oleh kepentingan-kepentingan
pragmatis-politis.
Sekarang, sudah empat bulan, makna reformasi menjadi sangat kompleks.
Tujuan dan cara tidak lagi sama dan belum ada kesepakatan, baik tentang tujuan
maupun cara mencapainya. Bukan hanya oleh karena perbedaan di antara yang
menekankan reformasi ekonomi dengan yang mengutamakan reformasi politik.
Mungkin saja semua bisa setuju dengan reformasi yang ingin menghasilkan negara
yang adil (secara politik) dan makmur (secara ekonomi). Tetapi kesepakatan itu
semu. Semua pemimpin Indonesia dan juga di seluruh dunia akan setuju dengan
reformasi yang indah itu. Tetapi bentuk dan struktur negara yang bagaimanakah
bisa disebut adil dan ekonomi macam apa bisa disebut makmur?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar